Selasa, 08 Februari 2011

Curug Dago Bandung, Air Terjun yang Terlupakan

Adalah Curug Dago, sebuah air terjun di daerah Bukit Dago, Bandung yang kian jarang dikunjungi wisatawan. Baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Lokasinya yang cukup terpencil dan kurang ditunjang promosi pemerintah kota, disinyalir menjadi penyebab, mengapa tempat wisata ini sepi pengunjung ?

Kendati letaknya tersembunyi, namun Curug Dago bisa dibilang sangat dekat dengan akses jalan utama, dan terminal Dago. Namun kondisinya sangat berbeda jauh dengan Taman Budaya Propinsi Jawa Barat (Dago Tea House) yang selalu ramai didatangi orang. Padahal antara Dago Tea House dan Curug Dago letaknya juga berdekatan.

Curug Dago sebenarnya termasuk kawasan Taman Hutan Raya (THR) Ir H Djuanda. Selain Curug Dago, tempat-tempat yang termasuk THR Ir H Djuanda adalah hutan Dago Pakar, gua-gua buatan peninggalan Belanda dan Jepang, kolam buatan yang berfungsi sebagai tempat penampungan air dari sungai Cikapundung untuk PLTA, dan Curug Omas di Maribaya. Dibanding lokasi-lokasi ini, Curug Dago merupakan daerah yang paling jarang dikunjungi.

Terletak di ketinggian sekitar 800 m di atas permukaan laut, Curug Dago juga menyimpan jejak sejarah bagi Kerajaan Thailand. Tak jauh dari lokasi air terjun, terdapat dua prasasti batu tulis peninggalan sekitar tahun 1818. Menurut para ahli sejarah, kedua prasasti tersebut konon merupakan peninggalan Raja Rama V (Raja Chulalonkorn) dan Raja Rama VII (Pradjathipok Pharaminthara) yang pernah berkunjung ke Curug Dago.

Tinggi air terjun ini memang tidak setinggi Curug Omas di obyek wisata Maribaya, yang memiliki ketinggian 35 meter. Curug Dago hanya memiliki ketinggian lebih kurang 10 meter. Namun karena terjunan air jatuh ke dalam sebuah rongga yang terbentuk oleh batu-batu besar sehingga suara gemuruh air sangat terdengar jelas dari kejauhan.

Sayang, pengrusakan alam di daerah hulu kian tak terkendali, sehingga air yang mengalir di curug ini semakin kotor saja. Padahal sekitar dua dekade lampau (saat pendidikan ekstra kulikuler), saya masih bisa menikmati bermain air di sungai yang mengalir ke Curug Dago.

Sekitar tahun 90-an hingga awal tahun 2000, saat tinggal di daerah Bukit Dago, beberapa spesies burung dan serangga masih sangat mudah saya jumpai bila kita menyusuri jalan dari daerah Tanggulan (Dago Pojok) ke arah Curug Dago. Namun kini jumlahnya kian sedikit karena habitatnya tergusur oleh pemukiman.

Semoga saja kondisi ini bisa segera ditangani, dan penataan Curug Dago dan sekitarnya tidak terkesan di-anak tirikan. Tentu patut disayangkan jika Bandung harus kehilangan pesona dari salah satu tempat wisatanya, yang juga menyimpan jejak sejarah.
Wisata Indonesia


 

1 komentar:

Anonim mengatakan...

masalah pungutan liar, dan kenyamanan, akses informasi ke sana yang kurang, sehingga orang tidak tau harus lewat mana?>

Posting Komentar

 
informasi tempat wisata di jawa indonesia