KOTA Cirebon memang meninggalkan banyak kisah sejarah kejayaan Islam di masa lalu. Setidaknya terdapat empat keraton yang menunjukkan hal itu.Yakni Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon.
Semuanya memiliki perpaduan arsitektur kebudayaan Islam, Cina, dan Belanda. Ciri bangunan keraton ini selalu menghadap ke utara dan ada sebuah masjid di dekatnya. Setiap keraton mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar dan patung macan di taman atau halaman depan.
Mengunjungi keraton di Kota Cirebon seakan memamerkan kepada Anda akulturasi yang terjadi tidak saja antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Sunda, tapi juga dengan berbagai kebudayaan di dunia, seperti China, India, Arab, dan Eropa. Hal inilah yang membentuk identitas dan tipikal masyarakat Cirebon dewasa ini yang bukan Jawa dan bukan Sunda.
Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Beberapa piring konon diperoleh dari Eropa saat Cirebon jadi pelabuhan pusat perdagangan Pulau Jawa. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.
Dari 4 buah Keraton, yaitu Kasepuhan, Kanoman, Keprabonan, dan Kacirebonan maka bila dilihat dalam pengertian arsitektural, yang cocok disebut sebagai bangunan keraton hanyalah Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, sebab keduanya memiliki bagian-bagian bangunan yang seharusnya ada dalam sebuah komplek keraton, salah satunya seperti alun-alun, masjid agung, dan siti hinggil. Sementara kedua keraton yang lain Keprabonan dan Kacirebonan lebih tepat dikatakan sebagai bangunan ndalem.
Keraton-keraton yang berada di Cirebon telah menjadi saksi sejarah panjang Kota Cirebon sejak abad 13 hingga sekarang, mulai dari terbentuknya Kesultanan Cirebon hingga terbagi menjadi empat kepemimpinan seperti sekarang. Sejarah tersebut dapat Anda pahami kembali secara detail saat mengunjungi setiap keraton yang terdapat di Cirebon. Setiap situs yang tertinggal di keraton-keraton ini memiliki falsafah yang luhur yang akan membuat Anda merasa bangga dengan kebesarannya di masa lalu.
Keraton KasepuhanKeraton Kasepuhan lokasinya terletak di Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon. Keraton Kasepuhan didirikan tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II yang merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati sekaligus menggantikan Sunan Gunung Jati tahun 1506. Keraton Kasepuhan sebagai keraton Kesultanan Cirebon yang pertama dan memiliki sejarah yang paling panjang dibanding keraton lainnya di Cirebon.
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini terkenal paling bersejarah. Keraton ini juga memiliki wilayah kekeratonan yang terluas, wilayah Baluarti kekeratonannya mencapai lebih dari 10 hektar. Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.
Lazimnya sebuah keraton di Pulau Jawa, keraton ini terletak di selatan alun-alun dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di barat alun-alun. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya. Keraton Kasepuhan memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu Kereta Singa dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Pada masa awal didirikannya Keraton Kasepuhan ini, bagian yang pertama kali dibangun adalah bangunan Keraton Pakungwati I, bangunan ini terletak di bagian timur komplek Keraton. Keraton Pakungwati dibangun menghadap ke arah Laut Jawa dan membelakangi Gunung Ciremai. Bangunan ini terdapat di sebelah timur bangunan Keraton Pakungwati II yang dibangun pada masa selanjutnya. Sementara bangunan keraton yang lebih baru akan Anda temui saat masuk melalui siti hinggil.
Keberadaan dua patung macan putih di gerbangnya, selain melambangkan bahwa Kesultanan Cirebon merupakan penerus Kerajaan Padjajaran, juga memperlihatkan pengaruh agama Hindu sebagai agama resmi Kerajaan Padjajaran. Gerbangnya yang menyerupai pura di Bali, ukiran daun pintu gapuranya yang bergaya Eropa, pagar siti hingilnya dari keramik Cina, dan tembok yang mengelilingi keraton terbuat dari bata merah khas arsitektur Jawa sekaligus bukti terjadinya akulturasi.
Banyak sejarah penting juga falsafah hidup masyarakat Cirebon yang dapat Anda pelajari di dalam keraton ini. Selasar menuju Bangsal Prabayaksa atau singgasana sultan dibuat tidak tegak lurus terhadap bagian teras depan bangunan keraton dimaksudkan apabila ada musuh menyerang, meraka tidak dapat langsung melihat dan menyerang menuju singgasana, namun dibuat membelok sehingga dapat lebih mudah diatasi. Kerikil-kerikil yang tersebar merata di tanah sepanjang pinggir pagar yang ditujukan untuk mengantisipasi penyusup yang masuk, sebab suara kerikil akan langsung terdengar begitu ada yang menginjak dan berjalan di atasnya.
Lawang Sanga di bagian selatan Keraton, tepat di sisi Sungai Krayan merupakan bangunan kepabeanan pada masa Kesultanan Cirebon dulu. Sebagai tempat bea dan cukai masa Kesultanan Cirebon ini merupakan bangunan terpenting bagi perekonomian Kesultanan Cirebon. Setiap barang yang masuk dari luar kerajaan dibawa oleh perahu yang berlayar dari arah Laut Jawa untuk kemudian menyusuri kali Krayan dan memasuki Bangunan Lawang Sanga.
Keraton KanomanDari Keraton Kasepuhan, Anda dapati Keraton Kanoman ini hanya berjarak 600 meter ke arah utara. Akses jalannya harus melalui pasar tradisional yang mengasyikan untuk berbelanja oleh-oleh Cirebonan, sehingga Anda yang senang membeli oleh-oleh tidak perlu jauh-jauh mencari toko oleh-oleh, karena semua telah tersedia di dalam pasar tersebut.
Keraton Kanoman adalah pusat peradaban Kesultanan Cirebon, yang kemudian terpecah menjadi Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon. Kraton Kanoman di bangun tahun 1588 oleh Sultan Badaruddin yang memisahkan diri dari Kesultanan utama Cirebon karena berbeda pendapat dengan saudaranya mengenai siapa yang berhak menjadi ahli waris Kesultanan Cirebon. Bangunan Kraton Kanoman, sebuah istana yang lebih kecil ukurannya dari pada Kraton Kasepuhan. Kraton Kanoman mempunyai pendopo dengan sebuah altar di dalamnya, di sini terdapat koleksi piring-piring antik dari Eropa. Kompleks Keraton Kanoman mempunyai luas sekitar 6 hektar. Di Kraton ini sekarang tinggal sultan ke-12 yaitu Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, terdiri dari 27 bangunan kuno, salah satunya saung yang bernama Bangsal Witana yang merupakan cikal bakal kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepakbola. Komplek Keraton Kanoman memiliki ruang yang cukup menarik sebagai tempat wisata, dengan pohon-pohon beringin yang rimbun serta taman-taman keraton yang dikelilingi benteng bata menjadi sebuah oase yang sejuk di tengah Kota Cirebon yang cukup panas.
Kraton Kanoman juga mempunyai museum dengan pintu-pintunya yang berukir, koleksi terpenting museum ini adalah Kereta Perang Paksi Naga Liman dan Kereta Jempana dengan bentuk mirip seperti kereta di Kraton Kasepuhan. Koleksi museum lainnya adalah aneka senjata seperti keris, tombak, gamelan, dan lain-lain. Tidak jauh dari kereta, terdapat Bangsal Jinem atau pendopo untuk menerima tamu, penobatan sultan, dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Di bagian tengah kraton terdapat komplek bangunan bernama Siti Hinggil.
Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang dilakukan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Sunan Gunung Jati adalah tokoh penting yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Sunan Gunung Jati meninggalkan jejaknya yang hingga kini masih berdiri tegak, jejak itu bernama Kraton Kanoman. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal, seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara.
Bangunan Kraton Kanoman seluruhnya menghadap ke utara. Di luar bangunan Kraton terdapat sebuah bangunan bergaya Bali yang disebut dengan Balai Manguntur yang terbuat dari batu merah. Di dekat bangunan Balai Maguntur ini terdapat sebuah pohon beringin yang berukuran besar. Fungsi bangunan ini adalah tempat kedudukan sultan apabila menghadiri upacara seperti apel prajurit atau menyaksikan pemukulan gamelan sekaten tanggal 8 Maulid. Masyarakat juga mengatakan bahwa Balai Maguntur diartikan sebagai balai mangun tutur yang artinya tempat sultan berpidato atau berbicara kepada masyarakat tentang hukum dan agama. Keraton ini juga memiliki alun-alun dimana pada acara-acara tradisi tertentu lapangan ini akan berubah menjadi lautan orang yang membludak ingin mengikuti tradisi seperti Muludan dan acara-acara tradisi lainnya.
Keraton KeprabonKeraton Keprabon terletak di Jalan Lemahwungkuk, dekat Keraton Kanoman. Keraton ini dari segi arsitektural disebut bangunan Ndalem, karena Keraton Keprabon tidak memiliki struktur sebuah komplek atau bangunan keraton, tidak memiliki alun-alun, dan masjid agung, namun lebih terlihat sebagai sebuah kediaman pemangku adat (Ndalem). Akses masuk keraton ini adalah melalui sebuah gang selebar 3 meter di antara deretan ruko. Bangunan di dalamnya pun sangat sederhana, tidak menunjukkan kemewahan dan kemegahan sebuah keraton, lebih berbentuk rumah dengan halaman kecil di dalamnya.
Keraton Kacirebonan
Keraton Kecirebonan dibangun tahun 1800, banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris Wayang, perlengkapan perang, hingga gamelan. Kraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 Km sebelah barat daya dari Kraton kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Kraton Kanoman. Kraton Kacerbonan merupakan pemekaran dari Kraton Kanoman setelah Sultan Anom IV yakni PR Muhammad Khaerudin wafat, Putra Mahkota yang seharusnya menggantikan tahta diasingkan oleh Belanda ke Ambon karena dianggap sebagai pembangkang dan membrontak. Ketika kembali dari pengasingan tahta sudah diduduki oleh PR. Abu sholeh Imamuddin. Atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya PR Anom Madenda membangun Istana Kacerbonan, kemudian muncullah Sultan Carbon I sebagai Sultan Kacirebonan pertama.
Keraton Kacirebonan memiliki akses yang paling mudah dibanding ketiga keraton lainnya karena terletak tepat dipinggir sebuah jalan besar. Sama seperti Keraton Keprabon, bangunan Keraton Kacirebonan tidak termasuk tipologi arsitektural bangunan keraton. Bentuk bangunannya lebih seperti bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda dengan pengaruh arsitektur Eropa yang kuat.
(uky okezone.com)
Semuanya memiliki perpaduan arsitektur kebudayaan Islam, Cina, dan Belanda. Ciri bangunan keraton ini selalu menghadap ke utara dan ada sebuah masjid di dekatnya. Setiap keraton mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar dan patung macan di taman atau halaman depan.
Mengunjungi keraton di Kota Cirebon seakan memamerkan kepada Anda akulturasi yang terjadi tidak saja antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Sunda, tapi juga dengan berbagai kebudayaan di dunia, seperti China, India, Arab, dan Eropa. Hal inilah yang membentuk identitas dan tipikal masyarakat Cirebon dewasa ini yang bukan Jawa dan bukan Sunda.
Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Beberapa piring konon diperoleh dari Eropa saat Cirebon jadi pelabuhan pusat perdagangan Pulau Jawa. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon.
Dari 4 buah Keraton, yaitu Kasepuhan, Kanoman, Keprabonan, dan Kacirebonan maka bila dilihat dalam pengertian arsitektural, yang cocok disebut sebagai bangunan keraton hanyalah Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, sebab keduanya memiliki bagian-bagian bangunan yang seharusnya ada dalam sebuah komplek keraton, salah satunya seperti alun-alun, masjid agung, dan siti hinggil. Sementara kedua keraton yang lain Keprabonan dan Kacirebonan lebih tepat dikatakan sebagai bangunan ndalem.
Keraton-keraton yang berada di Cirebon telah menjadi saksi sejarah panjang Kota Cirebon sejak abad 13 hingga sekarang, mulai dari terbentuknya Kesultanan Cirebon hingga terbagi menjadi empat kepemimpinan seperti sekarang. Sejarah tersebut dapat Anda pahami kembali secara detail saat mengunjungi setiap keraton yang terdapat di Cirebon. Setiap situs yang tertinggal di keraton-keraton ini memiliki falsafah yang luhur yang akan membuat Anda merasa bangga dengan kebesarannya di masa lalu.
Keraton KasepuhanKeraton Kasepuhan lokasinya terletak di Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon. Keraton Kasepuhan didirikan tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II yang merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati sekaligus menggantikan Sunan Gunung Jati tahun 1506. Keraton Kasepuhan sebagai keraton Kesultanan Cirebon yang pertama dan memiliki sejarah yang paling panjang dibanding keraton lainnya di Cirebon.
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini terkenal paling bersejarah. Keraton ini juga memiliki wilayah kekeratonan yang terluas, wilayah Baluarti kekeratonannya mencapai lebih dari 10 hektar. Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.
Lazimnya sebuah keraton di Pulau Jawa, keraton ini terletak di selatan alun-alun dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di barat alun-alun. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya. Keraton Kasepuhan memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu Kereta Singa dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Pada masa awal didirikannya Keraton Kasepuhan ini, bagian yang pertama kali dibangun adalah bangunan Keraton Pakungwati I, bangunan ini terletak di bagian timur komplek Keraton. Keraton Pakungwati dibangun menghadap ke arah Laut Jawa dan membelakangi Gunung Ciremai. Bangunan ini terdapat di sebelah timur bangunan Keraton Pakungwati II yang dibangun pada masa selanjutnya. Sementara bangunan keraton yang lebih baru akan Anda temui saat masuk melalui siti hinggil.
Keberadaan dua patung macan putih di gerbangnya, selain melambangkan bahwa Kesultanan Cirebon merupakan penerus Kerajaan Padjajaran, juga memperlihatkan pengaruh agama Hindu sebagai agama resmi Kerajaan Padjajaran. Gerbangnya yang menyerupai pura di Bali, ukiran daun pintu gapuranya yang bergaya Eropa, pagar siti hingilnya dari keramik Cina, dan tembok yang mengelilingi keraton terbuat dari bata merah khas arsitektur Jawa sekaligus bukti terjadinya akulturasi.
Banyak sejarah penting juga falsafah hidup masyarakat Cirebon yang dapat Anda pelajari di dalam keraton ini. Selasar menuju Bangsal Prabayaksa atau singgasana sultan dibuat tidak tegak lurus terhadap bagian teras depan bangunan keraton dimaksudkan apabila ada musuh menyerang, meraka tidak dapat langsung melihat dan menyerang menuju singgasana, namun dibuat membelok sehingga dapat lebih mudah diatasi. Kerikil-kerikil yang tersebar merata di tanah sepanjang pinggir pagar yang ditujukan untuk mengantisipasi penyusup yang masuk, sebab suara kerikil akan langsung terdengar begitu ada yang menginjak dan berjalan di atasnya.
Lawang Sanga di bagian selatan Keraton, tepat di sisi Sungai Krayan merupakan bangunan kepabeanan pada masa Kesultanan Cirebon dulu. Sebagai tempat bea dan cukai masa Kesultanan Cirebon ini merupakan bangunan terpenting bagi perekonomian Kesultanan Cirebon. Setiap barang yang masuk dari luar kerajaan dibawa oleh perahu yang berlayar dari arah Laut Jawa untuk kemudian menyusuri kali Krayan dan memasuki Bangunan Lawang Sanga.
Keraton KanomanDari Keraton Kasepuhan, Anda dapati Keraton Kanoman ini hanya berjarak 600 meter ke arah utara. Akses jalannya harus melalui pasar tradisional yang mengasyikan untuk berbelanja oleh-oleh Cirebonan, sehingga Anda yang senang membeli oleh-oleh tidak perlu jauh-jauh mencari toko oleh-oleh, karena semua telah tersedia di dalam pasar tersebut.
Keraton Kanoman adalah pusat peradaban Kesultanan Cirebon, yang kemudian terpecah menjadi Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon. Kraton Kanoman di bangun tahun 1588 oleh Sultan Badaruddin yang memisahkan diri dari Kesultanan utama Cirebon karena berbeda pendapat dengan saudaranya mengenai siapa yang berhak menjadi ahli waris Kesultanan Cirebon. Bangunan Kraton Kanoman, sebuah istana yang lebih kecil ukurannya dari pada Kraton Kasepuhan. Kraton Kanoman mempunyai pendopo dengan sebuah altar di dalamnya, di sini terdapat koleksi piring-piring antik dari Eropa. Kompleks Keraton Kanoman mempunyai luas sekitar 6 hektar. Di Kraton ini sekarang tinggal sultan ke-12 yaitu Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, terdiri dari 27 bangunan kuno, salah satunya saung yang bernama Bangsal Witana yang merupakan cikal bakal kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepakbola. Komplek Keraton Kanoman memiliki ruang yang cukup menarik sebagai tempat wisata, dengan pohon-pohon beringin yang rimbun serta taman-taman keraton yang dikelilingi benteng bata menjadi sebuah oase yang sejuk di tengah Kota Cirebon yang cukup panas.
Kraton Kanoman juga mempunyai museum dengan pintu-pintunya yang berukir, koleksi terpenting museum ini adalah Kereta Perang Paksi Naga Liman dan Kereta Jempana dengan bentuk mirip seperti kereta di Kraton Kasepuhan. Koleksi museum lainnya adalah aneka senjata seperti keris, tombak, gamelan, dan lain-lain. Tidak jauh dari kereta, terdapat Bangsal Jinem atau pendopo untuk menerima tamu, penobatan sultan, dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Di bagian tengah kraton terdapat komplek bangunan bernama Siti Hinggil.
Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang dilakukan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Sunan Gunung Jati adalah tokoh penting yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Sunan Gunung Jati meninggalkan jejaknya yang hingga kini masih berdiri tegak, jejak itu bernama Kraton Kanoman. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal, seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara.
Bangunan Kraton Kanoman seluruhnya menghadap ke utara. Di luar bangunan Kraton terdapat sebuah bangunan bergaya Bali yang disebut dengan Balai Manguntur yang terbuat dari batu merah. Di dekat bangunan Balai Maguntur ini terdapat sebuah pohon beringin yang berukuran besar. Fungsi bangunan ini adalah tempat kedudukan sultan apabila menghadiri upacara seperti apel prajurit atau menyaksikan pemukulan gamelan sekaten tanggal 8 Maulid. Masyarakat juga mengatakan bahwa Balai Maguntur diartikan sebagai balai mangun tutur yang artinya tempat sultan berpidato atau berbicara kepada masyarakat tentang hukum dan agama. Keraton ini juga memiliki alun-alun dimana pada acara-acara tradisi tertentu lapangan ini akan berubah menjadi lautan orang yang membludak ingin mengikuti tradisi seperti Muludan dan acara-acara tradisi lainnya.
Keraton KeprabonKeraton Keprabon terletak di Jalan Lemahwungkuk, dekat Keraton Kanoman. Keraton ini dari segi arsitektural disebut bangunan Ndalem, karena Keraton Keprabon tidak memiliki struktur sebuah komplek atau bangunan keraton, tidak memiliki alun-alun, dan masjid agung, namun lebih terlihat sebagai sebuah kediaman pemangku adat (Ndalem). Akses masuk keraton ini adalah melalui sebuah gang selebar 3 meter di antara deretan ruko. Bangunan di dalamnya pun sangat sederhana, tidak menunjukkan kemewahan dan kemegahan sebuah keraton, lebih berbentuk rumah dengan halaman kecil di dalamnya.
Keraton Kacirebonan
Keraton Kecirebonan dibangun tahun 1800, banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris Wayang, perlengkapan perang, hingga gamelan. Kraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 Km sebelah barat daya dari Kraton kasepuhan dan kurang lebih 500 meter sebelah selatan Kraton Kanoman. Kraton Kacerbonan merupakan pemekaran dari Kraton Kanoman setelah Sultan Anom IV yakni PR Muhammad Khaerudin wafat, Putra Mahkota yang seharusnya menggantikan tahta diasingkan oleh Belanda ke Ambon karena dianggap sebagai pembangkang dan membrontak. Ketika kembali dari pengasingan tahta sudah diduduki oleh PR. Abu sholeh Imamuddin. Atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya PR Anom Madenda membangun Istana Kacerbonan, kemudian muncullah Sultan Carbon I sebagai Sultan Kacirebonan pertama.
Keraton Kacirebonan memiliki akses yang paling mudah dibanding ketiga keraton lainnya karena terletak tepat dipinggir sebuah jalan besar. Sama seperti Keraton Keprabon, bangunan Keraton Kacirebonan tidak termasuk tipologi arsitektural bangunan keraton. Bentuk bangunannya lebih seperti bangunan pembesar pada zaman kolonial Belanda dengan pengaruh arsitektur Eropa yang kuat.
(uky okezone.com)
Klik disini untuk info wisata lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar